Powered By Blogger

Minggu, 07 Agustus 2011

Humor Rohani

SALAH SASARAN               
Seorang ketua jemaat berniat mengadakan jamuan makan malam menyambut pendeta yang baru. Begitulah, sementara istrinya sibuk menyiapkan hidangan, sang suami repot dengan persiapan anekdot-anekdot sebagai penghangat suasana.“Jangan ceritakan anekdot yang sudah basi,” pesan istrinya, mengingatkan sang suami yang gemar mengulang-ulangi cerita yang sama.“Pokoknya, kalau ada anekdot yang sudah pernah aku ceritakan, kamu kasih kode dengan  menendang kakiku,” suaminya memberi solusi.Demikianlah pada waktu yang ditentukan mereka sudah duduk mengitari meja makan, bersantap malam sambil mengobrol ngalor-ngidul. Tapi karena terlampau banyak bercerita, tuan rumah tidak menyadari sedang mengulang anekdot yang sudah usang. Duk! Sang istri mulai mengirim pesan dengan menendang. Karena suaminya terus saja berceloteh, tendangan kedua pun menyusul. Duk! Namun, boro-boro berhenti, suaminya malah kian bersemangat. Terpaksa sang istri mengirim pesan ketiga dengan tendangan yang agak keras. Duk!!Setelah tiga tendangan mampir ke tulang keringnya, pendeta sadar bahwa itu bukan kesengajaan melainkan sekadar salah sasaran. Maka pendeta yang bijaksana inipun lalu mem-“forward pesan nyonya rumah tadi ke tujuan yang semestinya. Ujung sepatu pendeta mendarat dengan cukup telak. DUK!! Tuan rumah tersentak sambil mengadu. Tapi seketika anekdot yang mendadak berubah menjadi cerita yang tidak lucu itu sontak terhenti.“Kenapa sih tadi kamu tidak langsung berhenti bercerita, sampai aku harus tendang tiga kali?” sesal sang istri tak lama setelah tamu mereka pulang.“Apa, tiga kali?” suaminya terhenyak. “Kamu tendang cuma satu kali, tapi keras.”“Ha?! Jadi, kalau begitu yang aku tendang sampai tiga kali itu kakinya…ya Tuhan….”
 [Kiriman: Wayne Rumambi/Sammy Lee] 
(Pesan moral: Salah sasaran dapat terjadi di kancah mana saja, gantinya mengenai lawan malah menghantam kawan sendiri. Dalam dunia kemiliteran ini disebut “friendly fire.” Di jemaat yang kisruh akibat adanya klik-klik, friendly fire dapat pula terjadi, membuat kelompok umat yang bertikai kian terpecah-belah. “Tetapi aku menasihatkan kamu…supaya kamu seia-sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir” 1Kor 1:10.) *** 
TANGAN USIL               
Tangan usil ada di mana-mana, khususnya di asrama mahasiswa. Demikianlah yang terjadi di asrama sebuah sekolah seminari.                Pada saat makan malam di kafetaria disuguhi juga kudapan pencuci mulut berupa buah jeruk dan kue kering yang ditempatkan di ujung loket antrian. Di samping keranjang tempat buah jeruk terdapat sebuah tulisan yang berbunyi, “Ambil satu saja. Ingat, Tuhan sedang mengawasi.”                Ternyata di samping wadah kue ada pesan lain yang tampaknya dibuat oleh tangan usil. Bunyinya, “Ambil sebanyak anda suka. Tuhan hanya mengawasi buah jeruk saja.” 
(Pesan moral: Sepertinya manusia cenderung mengubah-ubah aturan tentang apa saja, disesuaikan dengan keinginan mereka. Bahkan manusia tak segan-segan “mengamandemen” Hukum Keempat dari Sepuluh Perintah Tuhan, menuruti kehendaknya sendiri. “Bumi menjadi  cemar karena penduduknya melanggar perintah-perintah Allah, mengubah ketetapan-ketetapan-Nya dan mengingkari perjanjian yang dibuat-Nya dengan mereka untuk selama-lamanya” Yes. 24:5, BIS.) *** 
SUDAH KEBIASAAN               
Ketika sedang berkhotbah dalam sebuah kebaktian, pendeta mengamati dari atas mimbar ada dua gadis remaja yang bercanda-ria sehingga menganggu jemaat yang lain.                “Saya perhatikan ada orang-orang di antara jemaat yang hadir saat ini tidak mendengarkan khotbah saya,” pendeta mengecam dengan suara cukup keras. Seketika itu juga kedua gadis itu berhenti berbuat gaduh.                Usai kebaktian, sebagaimana biasa pendeta berdiri di depan pintu untuk menyalami satu-persatu para anggotanya yang berjalan ke luar. Di antara mereka sedikitnya ada tiga orang dewasa yang mengaku kepada pendeta bahwa mereka memang sempat tertidur di tengah acara khotbah, sampai mereka mendengar teguran pendeta tadi. “Saya tidak akan mengulanginya lagi,” kata salah seorang di antaranya.“Tapi tadi saya tidak bermaksud menegur saudar…” ujar pendeta.“Tidak apa-apa,” anggota jemaat itu menyela, “saya berjanji akan menghentikan kebiasaan itu!” 
(Pesan moral: Teguran secara terbuka dan umum bekerja bagaikan pisau bermata dua, menerabas kian kemari. Terkadang cara ini lebih aman dan efektif. Aman karena sasarannya anonim, identitas individu tersamar dalam identitas kolektif; dan efektif sebab biasanya mengena bagi siapa saja yang peka dan sadar. “Teguran yang mendidik itu jalan kehidupan…tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat” Ams. 6:23, 10:17.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar