Powered By Blogger

Minggu, 07 Agustus 2011

Humor Rohani

SELALU BERBAGI

Hari Sabat itu Ari dan Kaleb datang terlambat ke gereja, padahal itu adalah Sabat ke-13 dan kelas pra-remaja di mana mereka berdua tergabung hendak menampilkan acara di depan jemaat.
Ketika mereka berdua dengan tergesa-gesa dan hampir bersamaan masuk ke kelas teman-teman sudah berada dalam barisan.
"Ari, kenapa kamu datang terlambat? Bukankah ibu guru sudah jauh-jauh hari berpesan supaya semua datang pada waktunya?" tegur bu Nina, guru kelas mereka.
"Ma-maaf, bu, saya ketiduran karena bermimpi," sahut Ari jujur.
Grrrrr…seisi kelas tergelak.
"Memangnya kamu mimpi apa?" tanya guru lagi.
"Saya bermimpi dibawa malaikat jalan-jalan ke surga."
"Hmmm…nanti sesudah acara kamu ceritakan di depan kelas tentang mimpimu itu ya," kata bu Nina setengah menyindir.
Lalu bu guru beralih kepada Kaleb, "Kamu, Kaleb, kenapa terlambat."
Jawab Kaleb, "Aku diajak Ari dalam mimpinya itu, bu…"

(Pesan moral: Semua orang ingin ke surga, tapi tidak semua menyadari bahwa untuk bisa pergi ke surga seseorang harus mau meninggalkan dunia ini. Sebab surga dan dunia adalah dua tempat yang jauh terpisah, dan anda tidak mungkin berada di kedua tempat itu sekaligus. Banyak orang yang tak rela tinggalkan dunia ini lalu merasa cukup puas kalau dapat pergi ke surga walau hanya dalam mimpi. "Bertobatlah, sebab kerajaan surga sudah dekat!" Mat. 4:17).***
PERKIRAAN YANG SALAH Seorang profesor teologia memasuki ruang kuliah. Sesuai jadwal, hari itu dia akan memberi ujian akhir semester kepada sekitar tigapuluhan mahasiswa senior di seminari itu. Tapi sebelum kertas ujian dibagikan dosen yang dikenal sangat ramah dan akrab dengan mahasiswa itu ingin menyampaikan suatu kejutan.
"Saya sangat senang mengajar anda selama satu semester ini, dan saya tahu anda semua sudah berusaha keras. Karena sepanjang minggu ini anda juga sibuk dan stres menghadapi ujian-ujian berbagai mata kuliah lainnya, maka siapa saja yang mau absen dari ujian akhir saya kali ini tetap akan mendapat nilai ‘B’ untuk mata kuliah saya."
Seketika kelas itu riuh dengan ungkapan bernada riang disertai tawa para mahasiswa yang merasa lega. Separuh dari mereka langsung mengambil perlengkapan mereka dan berjalan keluar.
Begitu rombongan itu meninggalkan kelas, sang profesor berkata kepada para mahasiswa yang masih tinggal, yang mungkin masih ragu atau tidak percaya pada tawaran dosen mereka itu.
"Ada lagi? Saya berikan kesempatan terakhir bagi mereka yang mau absen dari ujian saya kali ini, dengan jaminan mendapat nilai B," tukasnya lagi dengan nada serius.
Seorang mahasiswa beranjak dari tempat duduknya, diikuti oleh seorang mahasiswi lain. Setelah keduanya pergi sang profesor menutup pintu.
"Saya senang melihat kalian sebagai orang-orang yang percaya diri," katanya kepada para mahasiswa yang tersisa. "Anda semua pasti akan menerima nilai ‘A’ dari saya!"
(Pesan moral: Sebuah pepatah lama mengatakan, "Ada kalanya hal-hal yang baik menghalangi kita dari hal-hal yang terbaik." Sebutan ini juga berlaku dalam hal kerohanian tatkala kita merasa cukup puas dengan sekadar menjadi orang Kristen yang "baik" di mata sesama. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna" Mat. 5:48.)***

 
KEBIASAAN IBU

Setelah berpacaran serius selama kurang-lebih satu tahun, Toni mengajak Tini berakhir pekan sambil berkenalan dengan orangtuanya yang tinggal di kota lain. Tentu saja ajakan ini disambut dengan senang hati oleh Tini.
"Ton, saya terkesan lho dengan keluargamu," ujar Tini dalam perjalanan pulang. "Apalagi ayahmu, saya sangat kagum."
"Memang mereka berdua adalah pasangan suami-istri yang harmonis," sahut Toni bangga. "Tapi, coba kamu sebutkan secara spesifik, hal apa yang kamu kagumi dari ayah saya?"
"Ehm…begini lho, saking sayangnya kepada ibumu sampai membereskan rumah dan memasak pun ayahmu yang mengerjakannya," kata Tini.
Sejak hari itu setiap kali ada kesempatan yang tepat Tini akan mengungkapkan rasa kagumnya itu kepada Toni, sambil tak lupa menyinggung soal membereskan rumah dan memasak.
Beberapa bulan kemudian Toni dan Tini menikah. Duduk bersanding di pelaminan, didampingi pasangan orangtua masing-masing, Tini tak putus-putusnya mengulangi rasa kagumnya terhadap ayah Toni. Lagi-lagi dengan menyebutkan tentang kebiasaannya membereskan rumah dan memasak sementara istrinya duduk dengan santai.
"Saya mau tanya, Ton," ucapnya lirih, "apakah kebiasaan ayahmu itu menurun kepada anak-anaknya?"
Tanpa mengalihkan pandangannya dari tamu-tamu yang berdatangan, Tony menjawab:
"Kalau aku sih mewarisi kebiasaan dari ibuku…!"
(Pesan moral: Warisan yang semua orangtua sanggup untuk tinggalkan bagi anak-anaknya adalah pengajaran dan keteladanan, tetapi justeru itulah yang paling sering diabaikan oleh banyak orangtua. "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu" Ams. 22:6.).***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar