Powered By Blogger

Minggu, 07 Agustus 2011

Humor Rohani

NORMATIF                
Seorang pemuda Yahudi meninggalkan tanah air untuk merantau dan mencari pengalaman di Amerika. Setelah bertahun-tahun bermukim di Negeri Paman Sam itu akhirnya dia kembali ke kampung halaman di Israel.                “Ishak, kenapa kamu tidak memelihara janggut, seperti kebiasaan leluhurmu?” tanya ibunya demi melihat muka putranya yang kelimis.                “Bu,” jawabnya, “di Amerika tidak ada orang yang berewokan.”                “Bagaimana dengan hari Sabat, apa kamu masih tetap pelihara?”                “Bu, di Amerika orang bekerja pada hari Sabat itu lumrah.”                “Apakah kamu masih tetap makan makanan yang halal?”   
             “Bu, di Amerika susah sekali mencari rumah makan yang menghidangkan makanan halal.”                Airmuka ibunya langsung menunjukkan kekecewaan yang dalam. Sebab semua yang telah dilanggar anaknya itu merupakan doktrin agama yang pokok. Lalu, dengan nada pesimistik sang ibu berbisik ke telinga anaknya itu:                “Tapi kamu masih tetap dalam keadaan bersunat ‘kan?” 
(Pesan moral: Banyak orang yang tetap berjuang keras untuk mempertahankan iman mereka di tengah badai pergumulan hidup, tapi tidak sedikit yang merasa cukup nyaman dengan hanya memelihara standar iman yang minimal saja, dengan berbagai alasan. “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna” Mat. 5:48.) *** 

ALKITAB                
Seorang kolektor buku-buku kuno dikunjungi oleh seorang teman saat dia tengah sibuk membenahi koleksinya.                “Wah, saya lupa kalau kamu senang dengan buku-buku tua seperti itu?” ujar temannya. “Kemarin saya menemukan sebuah buku lama tapi langsung saya buang ke tempat sampah.”                “Buka lama seperti apa maksud kamu?” tanya sang kolektor.                “Itu hanya sebuah Alkitab tua yang sudah kumal dan kotor. Di sampulnya seperti ada tulisan Guten— apa begitu.”                Tuan rumah segera mendongakkan kepala. “Gutenberg?”                “Ya…ya…seperti itu, Gutenberg. Memangnya kenapa?” kata tamunya.               “Bodoh kamu!” sergah si kolektor. “Itu Alkitab cetakan paling pertama di dunia. Buku seperti itu minggu lalu laku dilelang dengan harga lebih dari $1 juta, tahu?!”                “Tapi buku yang saya buang itu sudah penuh dengan coret-coretan,” tambah temannya lagi. “Banyak halaman buku itu yang pada bagian tepinya dipenuhi catatan oleh seseorang yang bernama Marthin Luther.”               “Haa..!?” Sebuah buku tebal dan berat terlepas dari tangan si kolektor dan jatuh menimpa kakinya sendiri—saking kagetnya! 
(Pesan moral: Buku paling berharga yang pernah diterbitkan adalah Alkitab, karena isinya mengungkap jalan keselamatan yang menuntun manusia kepada hidup kekal. Sejak zaman dulu, di tangan orang-orang yang berdedikasi buku ini telah membawa jutaan orang mengenal Juruselamat dunia, namun tidak semua orang mengerti betapa berharganya buku ini. “Kalian mempelajari Alkitab sebab menyangka bahwa dengan cara itu kalian mempunyai hidup sejati dan kekal. Dan Alkitab itu sendiri memberi kesaksian tentang Aku” Yoh. 5:39.) *** 

PENALARAN                
Seorang pendeta sedang memberi pelajaran Alkitab kepada sekelas anak-anak kecil. Hari itu dia bercerita tentang nabi Elisa yang diejek oleh segerombolan anak-anak sebagaimana tertulis dalam kitab 2Raja-raja pasal 2.                “Pada hari itu, nabi Elisa berjalan kaki menuju ke kota Betel,” kisahnya. “Sementara nabi itu melewati jalan yang mendaki ke kota itu, keluarlah serombongan anak-anak mendapatkannya.                “Mereka berjalan mengikuti dia dari belakang sambil berteriak-teriak mengejek, ‘Botak, botak, naiklah botak!’ “Memang waktu itu tidak ada sehelai rambutpun yang tumbuh di kepala nabi Elisa. Nabi yang sudah terengah-engah itu menoleh ke belakang. Dia menjadi marah dan mengutuk anak-anak itu.                “Tiba-tiba, dari hutan keluarlah dua ekor beruang lalu mengejar dan mencabik-cabik anak-anak yang nakal itu. Empat puluh dua orang anak mati terbunuh.”                Seluruh kelas hening. Semua membayangkan betapa mengerikannya kejadian di tempat itu. Sementara mereka terdiam, pendeta kemudian bertanya:                “Nah, anak-anak, dari cerita ini pelajaran apa yang dapat kita ambil?”                Seorang gadis cilik langsung mengacungkan tangannya. “Itu pelajaran matematika dan ilmu hewan yang menjelaskan berapa orang anak dapat ditangkap oleh dua ekor beruang!” 
(Pesan moral: Secara teoretis kemampuan memahami Alkitab dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan, kecerdasan penalaran, dan pengalaman belajar. Namun sesungguhnya dalam hal memahami firman Tuhan semua orang memiliki kemampuan yang setara bilamana dituntun Roh Kudus; dan jika mengandalkan kemampuan diri sendiri hasilnya sering berupa pemahaman kanak-kanak. “Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu…” 1Kor. 14:20.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar